Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan aturan urun dana pembelian saham
alias Equity Crowdfunding bisa terbit paling lambat Januari 2019. Saat ini,
draf beleid berupa Peraturan OJK (POJK) tersebut masih diproses di Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Kepala Bagian Pengaturan Emiten Perusahaan Publik dan Pasar Modal Syariah
OJK Darmawan mengatakan meski tak sama persis namun model equity crowdfunding
punya kemiripan dengan penawaran umum saham perdana (Initial Public
Offering/IPO). Hal yang membedakan
dari perusahaan yang menggunakan equity crowdfunding yaitu tidak tercatat
di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun pada intinya, skema ini memungkinkan
perusahaan kecil termasuk startup dan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)
bisa memperoleh dana segar.
Artinya, perusahaan rintisan dan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM)
bisa menghimpun dana tanpa harus melalui IPO.
Crowdfunding
Indonesia ini
memiliki potensi yang cukup baik. Sebab saat ini tren tersebut tengah marak.
Namun, Darmawan tak menampik bahwa equity crowdfunding juga memiliki risiko.
Resiko yang dapat ditimbulkan dapat berupa saham tak liquid, tidak terdapat sistem pembagian dividen serta berupa kegagalan
operasional yang dialami pihak penyelenggara. Selain itu ada potensi
kualitas informasi yang disampaikan perusahaan juga tidak memadai sebab tak ada
kewajiban untuk melalukan keterbukaan informasi seperti perusahaan tercatat di
BEI.
Beberapa keuntungan investasi di Equity Crowdfunding
Sebagai contoh Gojek
dengan valuasinya yang kini telah
melewati batas Garuda
Indonesia, kemudian ada jugat Tokopedia, Traveloka, Bukalapak yang termasuk dalam perusahaan Unicorn di Indonesia. Beberapa perusahaan tersebut dapat
dijadikan sebagai bukti bahwa
sebenarnya Indonesia juga termasuk
salah satu Negara yang mampu
mencetak inovasi-inovasi kreatif dan out of the box. Bahkan valuasi startup
yang disebutkan di atas merupakan yang terbesar di asia tenggara dan mampu
mengalahkan startup lainnya. Hal ini
dapat dijadikan bukti bahwa
SDM Indonesia tidak kalah bersaing dalam skala Internasional.
Sebagai tinjau ulang dari sumber yang terpercaya, founder Gojek yaitu Nadiem Makarim memulai
usahanya dengan modal awal Rp 5 milyar dan saat ini bervaluasi Rp 142 triliun.
Angka tersebut menunjukkan imbal hasil berdasarkan kenaikan valuasi sebesar
2,839,900% dalam waktu 10 tahun yang dimulai di tahun 2010 sampai saat ini.
Dibandingkan dengan deposito, obligasi, reksadana, saham, properti, jika
dirata-rata dengan asumsi pasar sedang kondusif, jenis investasi tersebut
sangat sulit untuk melampui angka 17–24% per tahun, terlebih lagi deposito yang
tergolong kecil nilai keuntungannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan kelebihan berinvestasi di Equity Crowdfunding dapat berkesempatan menjadi bagian dari perusahaan inovatif lainnya dengan profit yang sangat besar dalam jangka waktu yang terbilang cukup singkat.
0 Komentar